Dengarkan Alarm Degup Jantung



Dalam kondisi normal pun, jantung ibu hamil bekerja lebih berat. Bagaimana pula kalau mengalami gangguan?

Lita, 27 tahun, mengaku tak pernah merasakan keluhan sakit jantung. Sejak kecil, ia memang jarang melakukan aktivitas fisik. Ketika hamil dan usia kehamilannya masuk trimester kedua, keluhan pun mulai muncul. Sesak napas, tersengal-sengal, pusing, dan mudah letih.

“Tadinya saya masih mengabaikannya, kan orang lain juga mengalami,” ujar Lita. Ternyata, dokternya menemukan “keanehan” pada bunyi irama jantungnya yang menunjukkan adanya gangguan. Nah, dari pemeriksaan selanjutnya, Lita ternyata mengidap gangguan jantung yang baru terlihat ketika dia hamil.

Di Amerika Serikat, diketahui bahwa gangguan jantung dialami oleh 1–4% ibu hamil, yang sebelumnya tidak pernah diketahui sama sekali oleh penderitanya. Di Indonesia, angka ini belum tercatat.

Kerja keras jantung

Munculnya gangguan jantung yang serius pada seorang ibu hamil, yang sebenarnya sudah menyandang gangguan jantung, memang bukan suatu kebetulan. Mengapa?

Kehamilan itu sendiri merupakan suatu proses yang membuat seluruh tubuh berubah. Seperti apa yang dikatakan dr. Bhimantoro Azwar, SpOG, dokter spesialis obstetri & ginekologi dari RSIA Hermina, Jakarta, “Pada saat hamil, volume darah akan bertambah sekitar 40%. Ini merupakan akibat dari meningkatnya kadar hormon estrogen, terutama pada usia kehamilan 30 minggu. Akibatnya, jantung harus bekerja lebih berat dan lebih cepat untuk memompa darah.”

Selain itu, perlu Anda tahu, meningkatnya volume darah ini lebih besar dari peningkatan massa sel darah merah. Akibatnya, sering timbul anemia (kekurangan sel darah merah dalam darah) pada ibu hamil.

Jadi, tanpa adanya gangguan jantung pun, kerja jantung sebenarnya sudah berat ketika hamil. Tak heran, kalau seorang ibu hamil kadang-kadang juga akan merasakan napasnya terengah-engah dan mudah lelah, sekalipun kondisi jantungnya baik-baik saja.

Nah, apalagi mereka yang sebelumnya sudah menyandang gangguan jantung. Jantungnya tentu akan memikul beban yang lebih berat lagi.

Risikonya berat

Lalu, apa risiko yang ada di depan ibu hamil? Risiko itu bisa berupa serangan jantung, stroke, sampai membanjirnya aliran darah ke paru-paru. “Jika sudah ada kelainan gagal jantung, biasanya suplai darah, baik yang ke otak atau ke ginjal, akan terganggu. Untuk memenuhi kebutuhan akan darah yang kaya oksigen, paru-paru harus bekerja keras, dan membengkak,” jelas dr. Bhimantoro.

Prof. Michael Gatzoulis dari Bagian Kardiologi Rumah Sakit Royal Brompton, Inggris, juga menambahkan, “Jika kondisi seperti itu tak diatasi, bukan tak mungkin dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil.” Jalan keluarnya?

“Kehamilannya itu harus diawasi secara intensif oleh dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis jantung. Jika perlu, si ibu hamil diberi obat-obatan untuk mengatasi gangguan jantungnya, yang tentu saja aman bagi janinnya,” jawab dr. Bhimantoro.

Bila kondisinya stabil, maka si ibu dapat melahirkan bayi pada usia kandungan yang mencukupi (38–40 minggu). “Tapi adakalanya janin harus dikeluarkan lebih awal, misalnya di usia 32 minggu,” lanjut dr. Bhimantoro.

Proses persalinan pada ibu hamil yang menyandang gangguan jantung perlu perhatian lebih. Sebab, peningkatan aliran darah di pembuluh darah balik ke jantung yang terjadi ketika rahim berkontraksi, dapat membahayakan jantung. Pada proses persalinan itu, pengeluaran darah dari jantung meningkat 20% pada setiap kontraksi.

Jelaslah mengapa proses persalinan bayi dari ibu yang menyandang gangguan jantung, bukan hanya perlu ditunggui dokter ahli kandungan, tetapi juga dokter anestesi yang berpengalaman menangani pasien dengan gangguan jantung. Bahkan jika perlu, juga ditunggui dokter spesialis jantung dan dokter spesialis anak yang menangani bayi baru lahir. Sebab, pada kondisi tertentu ada pasien yang ketika melahirkan memang harus menjalani pembiusan agar tidak membahayakan jantungnya.

Pentingnya memeriksakan diri

Untuk mencegah kemungkinan yang tak diinginkan, dokter biasanya menganjurkan wanita, terutama yang sudah tahu bahwa ia sudah menyandang gangguan jantung, untuk berkonsultasi lebih dulu ke dokter sebelum hamil. “Konsultasinya bukan hanya dengan dokter spesialis kandungan, tetapi juga dengan dokter ahli jantung,” ujar dr. Bhimantoro, ayah dari satu anak ini.

“Repotnya, 85-90% dari mereka yang ketika masih anak-anak sudah dikoreksi ganguan jantungnya, seringkali tidak menghubungi lagi rumah sakit tempat mereka dirawat,” ujar Prof. Philip Steer, ahli kandungan dari Chelsea, Inggris. “Akibatnya, banyak wanita yang sudah terlanjur hamil, tanpa tahu risiko yang mungkin akan dialaminya.”

Jadi, sekali lagi, konsultasikan kondisi kesehatan Anda sebelum hamil. Kalau Anda memang mengalami gangguan jantung tergolong ringan, tak perlu terlalu khawatir dengan keadaan Anda. Anda bisa kok, menjalani kehamilan dan persalinan normal selama dalam pantauan dokter.

Risikonya pada Janin

Berikut ini risiko yang kemungkinan dialami bayi dari ibu yang pada saat hamil menderita gangguan jantung.

· Bayi lahir dengan berat badan rendah. Hal ini terjadi karena pada umumnya aliran darah ke janin kurang, sehingga proses perkembangan janin dalam kandungan pun mungkin agak terhambat.

· Bayi lahir prematur. Kondisi seperti ini biasanya terjadi karena kondisi ibu yang memburuk, sehingga bayi perlu segera dikeluarkan melalui operasi.


Gejala Gangguan Jantung

Asosiasi Jantung di Amerika membagi gangguan jantung dalam 4 tingkatan.

Tingkat I: Ringan
Gejala: tanpa gejala, dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa batas.

Tingkat II: Ringan
Gejala: ada sedikit gejala, yaitu kadang-kadang jika terlalu lelah terjadi bengkak di beberapa bagian tubuh. Selain itu, ada keterbatasan dalam melakukan latihan-latihan tertentu yang agak berat.

Tingkat III: Sedang
Gejala: dapat dikenali dari keterbatasan saat melakukan aktivitas yang berat. Selain itu, orang yang bersangkutan hanya merasa nyaman dalam keadaan istirahat.

Tingkat IV: Berat
Gejala: sukar melakukan kegiatan fisik. Bergerak sedikit saja sudah terengah-engah. Bahkan, gejala gangguan ini juga terasa di saat istirahat.

Catatan:
Untuk wanita yang menyandang gangguan jantung tingkat I & II, biasanya masih diperbolehkan untuk hamil dengan pengawasan dokter.

Retno Wahab Supriyadi ( ayahbunda-online.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar