Oleh: Liz Highleyman, hivandhepatitis.com |
Diketahui bahwa HIV dapat ditularkan dari ibu-ke-bayi melalui air susu ibu. Di negara maju, ibu HIV-positif disarankan untuk tidak menyusui, tetapi di rangkaian terbatas sumber daya, menyusui mungkin lebih aman apabila air bersih tidak tersedia.
Berdasarkan laporan PLoS Medicine 16 Januari 2007 edisi internet, para peneliti bersama tim peneliti ANRS 1201/1202 Ditrame Plus menilai keamanan menyusui di Abidjan, Pantai Gading, Afrika. Pada periode 2001-2005, perempuan HIV-positif yang hamil dan memakai profilaksis antiretroviral menjelang persalinan diberi dua pilihan pemberian susu pada bayi: memberi susu formula atau menyusui secara ekslusif hingga empat bulan. Konseling gizi dan manajemen klinis diberikan hingga dua tahun, dan susu formula disediakan secara gratis.
Para peneliti mengumpulkan data tentang munculnya dampak buruk pada kesehatan bayi (diare, infeksi pernapasan akut, kurang gizi), rawat inap di rumah sakit atau kematian. Tingkat kematian pada bulan ke-18 juga dibandingkan dengan bayi yang diamati dalam uji coba Ditrame yang terdahulu dilakukan di tempat yang sama pada 1995-1998. Pada saat itu para ibu menyusui jangka panjang dalam keadaan tidak ada intervensi pemberian susu tertentu.
Hasil
- Dari 557 bayi yang lahir dan hidup, 262 (47%) diberi susu ibu rata-rata selama empat bulan, dan 295 diberi susu formula.
- Perempuan yang memilih memberi susu formula lebih terpelajar, jarang yang hidup dalam satu rumah bersama dengan orang lain, dan cenderung lebih mempunyai akses air bersih di rumahnya dibandingkan ibu yang menyusui.
- Selama dua tahun masa tindak lanjut, 37% bayi yang diberi susu formula dan 34% bayi yang disusui dalam jangka pendek tetap bebas dari dampak buruk pada kesehatan (setelah disesuaikan HR 1,10; P = 0,43).
- Bayi yang diberi susu formula cenderung lebih banyak mengalami diare dan infeksi pernapasan akut, dan bayi yang disusui oleh ibu cenderung lebih banyak mengalami kekurangan gizi.
- Tingkat kemungkinan dirawat di rumah sakit atau kematian dalam dua tahun adalah sama di antara anak yang diberi susu formula (14%) dan disusui dalam jangka pendek (15%) (setelah disesuaikan HR 1,19; P = 0,44).
- Tingkat kemungkinan ketahanan hidup secara keseluruan selama 18 bulan adalah 96% di antara kedua kelompok anak yang tidak terinfeksi HIV yang disusui dalam jangka pendek dan diberi susu formula, serupa dengan yang diamati dalam uji coba Ditrame yaitu 95%.
Kesimpulan
“Dampak buruk pada kesehatan dalam dua tahun serupa di antara anak yang disusui dalam jangka pendek dan diberi susu formula,” para penulis menyimpulkan. “Tingkat mortalitas tidak berbeda secara bermakna di antara kedua kelompok ini, dan setelah disesuaikan terhadap status HIV anak, serupa dengan anak yang diamati dalam kelompok anak yang disusui dalam jangka panjang.”
Para peneliti menambahkan bahwa, “Dengan konseling gizi dan perawatan yang tepat, akses ke air bersih, dan persediaan pengganti ASI, alternatif pemberian susu ibu yang diperpanjang dapat menjadi intervensi yang aman untuk mencegah penularan ibu-ke-bayi di rangkaian perkotaan di Afrika.”
Dalam artikel perspektif pada edisi yang sama, Grace John-Stewart dari University of Washington di Seattle membahas pendapat yang ada saat ini mengenai keamanan dari berbagai cara alternatif pemberian makanan pada bayi.
Walaupun di dalam penelitian ini, memberi susu formula tampak sama amannya dengan menyusui dalam jangka pendek – dan dapat dibandingkan dengan diberi ASI dalam jangka panjang pada penelitian Ditrame yang terdahulu – dia mencatat bahwa temuan ini tidak dapat diterapkan di daerah lain di Afrika sub-Sahara, atau di rangkaian “dunia nyata” tanpa dipantau secara ketat, susu formula disediakan gratis, dan dukungan diberikan pada peserta uji coba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar